PERTENTANGAN-PERTENTANGAN SOSIAL DAN INTEGRASI MASYARAKAT
1. Perbedaan Kepentingan.
Kepentingan merupakan dasar timbulnya tingkah laku individu. Individu bertingkah laku karena adanya dorongan untuk memenuhi kepentingannya. Kepentingan ini sifatnya esensial bagi kelangsungan hidup individu itu sendiri, jika individu berhasil memenuhi kepentingannya, maka ia akan merasa puas dan sebaliknya kegagalan akan memenuhi kepentingan menimbulkan masalah baik bagi dirinya maupun bagi lingkungannya.
Ada beberapa perbedaan kepentingan itu antara lain berupa :
a. Kepentingan individu untuk memperoleh kasih saying.
b. Kepentingan individu untuk memperoleh harga diri.
c. Kepentingan individu untuk memperoleh penghargaan yang sama.
d. Kepentingan individu untuk memperoleh prestasi dan posisi.
e. Kepentingan individu untuk dibutuhkan orang lain.
f. Kepentingan individu untuk memperoleh kedudukan di dalam kelompoknya.
g. Kepentingan individu untuk memperoleh rasa aman dan perlindungan diri.
h. Kepentingan individu untuk memperoleh kemerdekaan diri.
Permasalahan utama dalam tinjauan konflik ini adalah adanya jarak yang terlalu besar antara harapan dengan kenyataan pelaksanaan dan hasilnya dan kenyataan itu di sebabkan oleh sudut pandang yang berbeda antara pemerintah atau penguasa sebagai pemegang kendali ideology dengan berbagai kelompok kepentingan sebagai sub-sub ideology.
Perbedaan kepentingan ini tidak secara langsung menyebabkan terjadinya konflik tetapi mengenal beberapa fase yaitu :
1. Fase disorganisasi yang terjadi karena kesalahpahaman (akibat pertentangan antara harapan dengan standar normative) yang menyebabakan sulit atau tidak dapatnya suatu kelompok sosial menyesuaikan diri dengan norma ideology.
2. Fase dis-integrasi (konflik) yaitu pernyataan tidak setuju dalam berbagai bentuk sepertivtimbulnya emosi massa, protes, aksi mogok, pemberontakan, dll. Walter W.Martiin dkk mengemukakan tahapan dis-integrasi sebagai berikut :
a. Ketidak sepahaman anggota kelompok tentang tujuan sosial yang hendak di capai.
b. Norma sosial yang tidak membantu masyarakat dalam mencapai tujuan yang telah disepakati.
c. Norma yang telah dihayati dalam kelompok bertentangan satu sama lain.
d. Sanksi sudah menjadi lemah.
e. Tindakan anggota masyarakat sudah bertentangan dengan norma kelompok.
2. Prasangka, Diskriminasi dan Ethnosentrisme.
Prasangka dan Diskriminasi
Prasangka (prejudice) diaratikan suatu anggapan terhadap sesuatu dari seseorang bahwa sesuatu itu buruk dengan tanpa kritik terlebih dahulu. Bahasa arab menyebutnya “su’udzon”. Orang, secara serta merta tanpa timbabang-timbang lagi bahwa sesuatu itu buruk. Dan disisi lain bahasa arab “khusnudzon” yaitu anggapan baik terhadap sesuatu.
Prasangka menunjukkan pada aspek sikap sedangkan diskriminasi pada tindakan. Menurut Morgan (1966) sikap adalah kecenderungan untuk merespon baik secara positif atau negarif terhadap orang, obyek atau situasi. Sikap seseorang baru diketahui setelah ia bertindak atau beringkah laku. Oleh karena itu bisa saja bahwa sikap bertentangan dengan tingkah laku atau tindakan. Jadi prasangka merupakan kecenderungan yang tidak nampak, dan sebagai tindak lanjutnya timbul tindakan, aksi yang sifatnya realistis. Dengan demikian diskriminatif merupakan tindakan yang relaistis, sedangkan prsangka tidak realistis dan hanya diketahui oleh diri individu masing-masing.
Prasangka ini sebagian bear sifatnya apriori, mendahului pengalaman sendiri (tidak berdasarkan pengalaman sendiri), karena merupakan hasil peniruan atau pengoperan langsung pola orang lain. Prasangka bisa diartikan suatu sikap yang telampau tergesa-gesa, berdasarkan generalisasi yang terlampau cepat, sifat berat sebelah, dan dibarengi proses simplifikasi (terlalu menyederhanakan) terhadap sesuatu realita. Dalam kehidupan sehari-hari prasangka ini banyak dimuati emosi-emosi atau unsure efektif yang kuat.
Tidak sedikit orang yang mudah berprasangka, namun banyak juga orang-orang yang lebih sukar berprasangka. Mengapa terjadi perbedaan cukup menyolok ? tampaknya kepribadian dan inteligensi, juga factor lingkungan cukup berkaitan engan munculnya prasangka. Orang yang berinteligensi tinggi, lebih sukar berprasangka, mengapa ? karena orang-orang macam ini berikap dan bersifat kritis. Prasangka bersumber dari suatu sikap. Diskriminasi menunjukkan pada suatu tindakan. Dalam pergaulan sehari-hari sikap prasangka dan diskriminasi seolah-olah menyatu, tak dapat dipisahkan. Seseorang yagn mempunyai prasangka rasial, biasanya bertindak diskriminasi terhadap ras yang diprasangkainya. Walaupun begitu, biasa saja seseorang bertindak diskriminatof tanpa latar belakang prasangka. Demikian jgua sebaliknya seseorang yang berprasangka dapat saja bertindak tidak diskriminatif.
Sebab-sebab timbulnya prasangka dan diskriminasi :
1. berlatar belakang sejarah
2. dilatar-belakangi oleh perkembangan sosio-kultural dan situasional
3. bersumber dari factor kepribadian
4. berlatang belakang perbedaan keyakinan, kepercayaan dan agama
Usaha-usaha mengurangi/menghilangkan prasangka dan diskriminai
1. Perbaikan kondisi sosial ekonomi
2. Perluasan kesempatan belajar
3. Sikap terbuka dan sikap lapang
Etnosentrisme yaitu suatu kecenderungan yang menganggap nilai-nilai dan norma-norma kebudayaannya sendiri sebagaai sesuatu yang prima, terbaik, mutlak dan diepergunakan sebagai tolok ukur untuk menilai dan membedakannya dengan kebudayaan lain. Etnosentrisme merupakan kecenderungan tak sadar untuk menginterpretasikan atau menilai kelompok lain dengan tolok ukur kebudayaannya sendiri. Sikap etnosentrisme dalam tingkah laku berkomunikasi nampak canggung, tidak luwes.
3. Pertentangan-pertentangan sosial.
Pertentangan-pertentangan sosial / ketegangan dalam masyarakat
Konflik (pertentangan) mengandung suatu pengertian tingkah laku yang lebih luas dari pada yang biasa dibayangkan orang dengan mengartikannya sebagai pertentangan yang kasar atau perang. Dasar konflik berbeda-beda. Terdapat 3 elemen dasar yang merupakan cirri-ciri dari situasi konflik yaitu :
1. Terdapatnya dua atau lebih unit-unit atau baigan-bagianyang terlibat di dalam konflik
2. Unti-unit tersebut mempunyai perbedaan-perbedaan yang tajam dalam kebutuhan-kebutuhan, tujuan-tujuan, masalah-masalah, nilai-nilai, sikap-sikap, maupun gagasan-gagasan
3. Terdapatnya interaksi di antara bagian-bagian yang mempunyai perbedaan-perbedaan tersebut.
Konflik merupakan suatu tingkah laku yang dibedakan dengan emosi-emosi tertentu yang sering dihubungkan dengannya, misalnya kebencian atau permusuhan. Konflik dapat terjadi paa lingkungan yang paling kecil yaitu individu, sampai kepaa lingkungan yang luas yaitu masyarakat.
1. Pada taraf di dalam diri seseorang, konflik menunjuk kepada adanya pertentangan, ketidakpastian, atau emosi-emosi dan dorongan yang antagonistic didalam diri seseorang.
2. Pada taraf kelompok, konflik ditimbulkan dari konflik yang terjadi dalam diri individu, dari perbedaan-perbedaan pada para anggota kelompok dalam tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan norma-norma, motivasi-motivasi mereka untuk menjadi anggota kelompok, serta minat mereka.
3. Para taraf masyarakat, konflik juga bersumber pada perbedaan di antara nilai-nilai dan norma-norma kelompok dengan nilai-nilai an norma-norma kelompok yang bersangkutan berbeda.Perbedan-perbedaan dalam nilai, tujuan dan norma serta minat, disebabkan oleh adanya perbedaan pengalaman hidup dan sumber-sumber sosio-ekonomis didalam suatu kebudayaan tertentu dengan yang aa dalam kebudayaan-kebudayaan lain.
Adapun cara-cara pemecahan konflik tersebut adalah :
1. elimination; yaitu pengunduran diri salah satu pihak yang telibat dalam konflik yagn diungkapkan dengan : kami mengalah, kami mendongkol, kami keluar, kami membentuk kelompok kami sendiri
2. Subjugation atau domination, artinya orang atau pihak yang mempunyai kekuatan terbesar dapat memaksa orang atau pihak lain untuk mentaatinya
3. Mjority Rule artinya suara terbanyak yang ditentukan dengan voting akan menentukan keputusan, tanpa mempertimbangkan argumentasi.
4. Minority Consent; artinya kelompok mayoritas yang memenangkan, namun kelompok minoritas tidak merasa dikalahkan dan menerima keputusan serta sepakan untuk melakukan kegiatan bersama
5. Compromise; artinya kedua atau semua sub kelompok yang telibat dalam konflik berusaha mencari dan mendapatkan jalan tengah
6. Integration; artinya pendapat-pendapat yang bertentangan didiskusikan, dipertimbangkan dan ditelaah kembali sampai kelompok mencapai suatu keputusan yang memuaskan bagi semua pihak
4. Golongan-golongan yang berbeda dan Integrasi sosial.
a. Masyarakat Majemuk dan Nation Indonesia.
Masyarakat di Indonesia di golongkan sebagai masyarakat majemuk yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan golongan sosial yang di persatukan oleh kekuatan nasional yang berwujud Negara Indonesia.
Masyarakat majemuk itu dipersatukan oleh system nasional yang mengintegrasikannya melalui jaringan-jaringan administrasi pemerintahan, politik, ekonomi dan sosial. Untuk lebih jelasnya di kemukakan aspek dari kemasyarakatan tersebut :
1. Suku bangsa dan kebudayaannya, Indonesia terdiri dari sejumlah suku bangsa, tiap suku bangsa mempunyai kebudayaan sendiri maka di Indonesia juga terdapat sejumlah system budaya yang dipergunakan oleh masing-masing suku bangsa.
2. Agama, dilihat dari segi historis bangsa Indonesia mempunyai toleransi yang besar terhadap kepercayaan orang lain.
3. Bahasa, pada suku-suku bangsa yang bermacam-macam itu terikat oleh persamaan yaitu, bahasa yang merupakan alat komunikasi dalam melaksanakan interaksi soisal antar kelompok.
4. Nasion Indonesia, nasion merupakan kesatuan solidaritas yang terbentuk sebagai hasil proses setelah kemerdekaan tahun 1945. Nasion Indonesia mempunyai kebudayaan sendiri yang disebut dengan kebudayaan nasional yang merupakan perpaduan dari kebudayaan daerah.
b. Integrasi.
Masalah besar yang dihadapi Indonesia setelah merdeka adalah integrasi di antara masyarakat yang majemuk. Integrasi bukan peleburan tetapi keserasian persatuan.
Variabel-variabel yang dapat menjadi penghambat dalam integrasi adalah :
1. Klaim/tuntutan penguasaan atas wilayah-wilayah yang di anggap sebagai miliknya.
2. Isu tidak asli, berkaitan dengan perbedaan kehidupan ekonomi antara Warga Negara Indonesia asli dengan keturunan (Tionghoa, Arab).
3. Agama, sentimen agama dapat di gerakkan untuk mempertajam perbedaan kesukuan.
4. Prasangka yang merupaka sikap permusuhan terhadap seorang anggota golongan tertentu.
c. Integrasi Sosial.
Integrasi sosial (masyarakat) dapat di artikan adanya kerja sama dari seluruh anggota masyarakat mulai dari individu, keluarga, lembaga masyarakat secara keseluruhan.
Integrasi masyarakat akan terwujud apabila mampu mengendalikan prasangka yang ada di masyarakat sehingga tidak terjadi konflik, dominasi, tidak banyak system yang saling melengkapi dan tumbuh integrasi tanpa paksaan.
d. Integrasi Nasional.
Integrasi nasional merupakan masalah yang dialami semua Negara atau nation di dunia, yang berbeda adalah bentuk permasalahan yang di hadapinya.
Mengahadapi masalah integrasi sebenarnya tidak memiliki kunci yang pasti karena masalah yang dihadapi berbeda dan latar belakang sosio-kultural nation state berbeda pula, sehingga integrasi di selesaikan sesuai dengan kondisi Negara yang bersangkutan, dapat dengan jalan kekerasan atau strategi politik yang lebih lunak..
Beberapa permasalahan integrasi nasional :
1. Perbedaan ideology, disebabkan perbedaan falsafah hidup yang banyak berpengaruh dalam proses sosialisasinya maupun pembentukan konsepsi nalarnya.
2. Kondisi masyarakat yang majemuk, yang terdiri dari berbagai kelompok etnis baik pribumi maupun keturunan asing.
3. Masalah territorial daerah yang berjarak cukup jauh,kondisi ini akan mempererat kelompok etnis tertentu.
4. Pertumbuhan partai politik, memunculkan pertentangan politik dengan terjadinya demonstrasi, kerusuhan, serangan bersenjata, kekerasan poitik dan lain-lain.
Upaya pendekatan yang dilakukan untuk memperkecil atau menghilangkan kesenjangan-kesenjangan itu antara lain :
1. Mempertebal keyakinan seluruh warga Negara terhadap Ideologi Nasional.
2. Menggali kebudayaan daerah untuk menjadi kebudayaan nasional.
3. Membentuk jaringan asimilasi bagi berbagai kelompok etnis baik pribumi atau keturunan asing.
4. Membuka isolasi antar berbagai kelompok etnis dan antar daerah/pulau dengan membangun sarana komunikasi, informasi dan transportasi.